Selasa, 10 Juli 2018

thumbnail

Musik dan Instrumen dalam Liturgi

 
Salah satu kontroversi yang sedang berlangsung di paroki-paroki adalah jenis musik dan instrumen apa yang pantas dalam Misa. Untungnya, eksperimen masa lalu, ketika ada Misa Rock, Misa Jazz, dan bahkan Misa Polka, tampaknya sebagian besar sudah berakhir. Secara alamiah, di mana tidak ada penghargaan terhadap sifat liturgi atau norma-norma Gereja, semuanya tetap masih mungkin. "Liturgi" seperti itu (jika mereka bisa disebut itu) kadang-kadang dibenarkan sebagai "Vatikan II", tentang bagaimana membuka jendela, mencoba hal-hal baru, menggunakan bentuk-bentuk duniawi. Tidak ada yang bisa lebih jauh dari kebenaran. Konsili secara terus-menerus menyerukan pelestarian tradisi Ritus Latin dan harmonisasi adaptasi universal atau lokal terhadap tradisi itu dan sifat liturgi sakral.
 
Konsili Vatikan II. Konstitusi tentang Liturgi Suci Sacrosanctum Concilium memperjelas sifat reformasi liturgi otentik. Mengutip, dan menyoroti, apa yang berlaku untuk subjek kami yang disebutkannya, 
 

Kaidah-kaidah umum
 
(Pengaturan Liturgi) 
(1) Wewenang untuk mengatur Liturgi semata-mata ada pada pimpinan Gereja, yakni Takhta Apostolik, dan menurut kaidah hukum pada uskup. 
(2) Berdasarkan kuasa yang diberikan hukum, wewenang untuk mengatur perkara-perkara Liturgi dalam batas-batas tertentu juga ada pada pelbagai macam Konferensi Uskup sedaerah yang didirikan secara sah. 
(3) Maka dari itu tidak seorang lainnya pun, meskipun imam, boleh menambahkan, meniadakan atau mengubah sesuatu dalam Liturgi atas prakarsa sendiri.
 
23.(Tradisi dan perkembangan) Supaya tradisi yang sehat dipertahankan, namun dibuka jalan juga bagi perkembangan yang wajar, hendaknya selalu diadakan lebih dulu penyeklidikan teologis, historis, dan pastoral, yang cermat tentang setiap bagian Liturgi yang perlu ditinjau kembali. Kecuali itu hendaklah dipertimbangkan baik patokan-patokan umum tentang susunan dan makna Liturgi, maupun pengalaman yang diperoleh dari pembaharuan Liturgi belakangan ini serta dari izin-izin yang diberikan di sana-sini. Akhirnya janganlah kiranya diadakan hal-hal baru, kecuali bila sungguh-sungguh dan pasti dituntut oleh kepentingan Gereja; dan dalam hal ini hendaknya diusahakan dengan cermat, agar bentuk-bentuk baru itu bertumbuh secara kurang lebih organis dari bentuk-bentuk yang sudah ada. Sedapat mungkin hendaknya dicegah juga, jangan sampai ada perbedaan-perbedaan yang menyolok dalam upacar-upacara di daerah-daerah yang berdekatan.
 
26.B.Kaidah-kaidah berdasarkan hakekat Liturgi sebagai tindakan Hirarki dan jemaat
 
Upacara-upacara Liturgi bukanlah tindakan perorangan, melainkan perayaan Gereja sebagai sakramen kesatuan, yakni Umat kudus yang berhimpun dan diatur dibawah para Uskup. Maka upacara-upacara itu menyangkut seluruh Tubuh Gereja dan menampakkan serta mempengaruhinya; sedangkan masing-masing anggota disentuhnya secara berlain-lainan, menurut keanekaan tingkatan, tugas serta keikut-sertaan aktual mereka.
 
29. Juga para pelayan Misa (putera altar), para lektor, para komentator dan para anggota paduan suara benar-benar menjalankan pelayanan liturgis. Maka hendaknya mereka menunaikan tugas dengan saleh, tulus dan saksama, sebagaimana layak untuk pelayanan seluhur itu, dan sudah semestinya dituntut dari mereka oleh Umat Allah. Maka perlulah mereka secara mendalam diresapi semangat Liturgi, masing-masing sekadar kemampuannya, dan dibina untuk membawakan peran mereka dengan tepat dan rapih.
 
37.D.Kaidah-kaidah untuk menyesuaikan Liturgi dengan tabiat perangai dan tradisi bangsa-bangsa
 
Dalam hal-hal yang tidak menyangkut iman atau kesejahteraan segenap jemaat, Gereja dalam Liturgi pun tidak ingin mengharuskan suatu keseragaman yang kaku. Sebaliknya Gereja memelihara dan memajukan kekayaan yang menghiasi jiwa pelbagai suku dan bangsa. Apa saja dalam adat kebiasaan para bangsa, yang tidak secara mutlak terikat pada takhayul atau ajaran sesat, oleh Gereja dipertimbangkan dengan murah hati, dan bila mungkin dipeliharanya dengan hakekat semangat Liturgi yang sejati dan asli.
 
39.Dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh terbitan otentik buku-buku Liturgi, pimpinan Gereja setempat yang berwenang, seperti disebut dalam art. 22, (2), berhak untuk memerinci penyesuaian-penyesuaian, terutama mengenai pelayanan Sakramen-sakramen, sakramentali, perarakan, bahasa Liturgi, musik Gereja dan kesenian, asal saja sesuai dengan kaidah-kaidah dasar yang terdapat dalam konstitusi ini. 
 
112. (Martabat musik Liturgi) Tradisi musik Gereja semesta merupakan kekayaan yang tak terperikan nilainya, lebih gemilang dari ungkapan-ungkapan seni lainnya, terutama karena nyanyian suci yang terikat pada kata-kata merupakan bagian Liturgi meriah yang penting atau integral. Ternyata lagu-lagu ibadat sangat dipuji baik oleh Kitab suci, maupun oleh para Bapa Gereja; begitu pula oleh para Paus, yang dipelopori oleh Santo Pius X, - akhir-akhir ini semakin cermat menguraikan peran serta Musik Liturgi mendukung ibadat Tuhan. Maka Musik Liturgi semakin suci, bila semakin eret hubungannya dengan upacara ibadat, entah dengan mengungkapkan doa-doa secara lebih mengena, entah dengan memupuk kesatuan hati, entah dengan memperkaya upacara suci dengan kemeriahan yang lebig semarak. Gereja menyetujui segala bentuk kesenian yang sejati, yang memiliki sifat-sifat menurut persyaratan Liturgi, dan mengizinkan penggunaannya dalam ibadat kepada Allah. 
 
114.Khazanah Musik Liturgi hendaknya dilestarikan dan dikembangkan secermat mungkin. Paduan suara hendaknya dibina dengan sungguh-sungguh, terutama di gereja-gereja katedral. Para Uskup dan para gembala jiwa lainnya hendaknya berusaha dengan tekun, supaya pada setiap upacara Liturgi yang dinyanyikan segenap jemaat beriman dapat ikut serta secara aktif dengan membawakan bagian yang diperuntukkan bagi mereka, menurut kaidah art. 28 dan 30.
 
116.(Nyanyian Gregorian dan Polifoni) Gereja memandang nyanyian Gregorian sebagai nyanyian khas bagi Liturgi Romawi. Maka dari itu, bila tiada pertimbangan-pertimbangan yang lebih penting , nyanyian Gregorian hendaknya diutamakan dalam upacara-upacara Liturgi. Jenis-jenis lain Musik Liturgi, terutama polifoni, sama sekali tidak dilarang dalam perayaan ibadat suci, asal saja selaras dengan jiwa upacara Liturgi, menurut ketentuan pada art. 30. 
 
119.(Musik Liturgi di daerah-daerah Misi) Di wilayah-wilayah tertentu, terutama di daerah Misi, terdapat bangsa-bangsa yang mempunyai tradisi musik sendiri, yang memanikan peran penting dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Hendaknya musik itu mendapat penghargaan selayaknya dan tempat yang sewajarnya , baik dalam membentuk sikap religius mereka, maupun dalam menyelesaikan ibadat dengan sifat-perangai mereka, menurut maksud art. 39 dan 40. Maka dari itu dalam pendidikan musik bagi para misionaris hendaknya sungguh diusahakan, supaya mereka sedapat mungkin mampu mengembangkan musik tradisional bangsa-bangsa itu disekolah-sekolah maupun dalam ibadat.
 
120.(Orgel dan alat-alat musik lainnya) Dalam Gereja Latin orgel pipa hendaknya dijunjung tinggi sebagai alat musik tradisional, yang suaranya mampu memeriahkan upacara-upacara Gereja secara mengagumkan, dan mengangkat hati Umat kepada Allah dan ke sorga. Akan tetapi, menurut kebijaksanaan dan dengan persetujuan pimpinan gerejawi setempat yang berwenang, sesuai dengan kaidah art. 22 (2), 37 dan 40, alat-alat musik lain dapat juga dipakai dalam ibadat suci, sejauh memang cocok atau dapat disesuaikan dengan penggunaan dalam Liturgi, sesuai pula dengan keanggunan gedung gereja, dan sungguh membantu memantapkan penghayatan Umat beriman.
 
121.(Panggilan para pengarang musik) Dipenuhi semangat kristiani, hendaknya para seniman musik menyadari, bahwa mereka dipanggil untuk mengembangkan Musik Liturgi dan memperkaya khazanahnya. Hendaklah mereka mengarang lagu-lagu, yang mempunyai sifat-sifat musik Liturgi yang sesungguhnya, dan tidak hanya dapat dinyanyikan oleh paduan-paduan suara yang besar, melainkan cocok juga bagi paduan-paduan suara yang kecil, dan mengembangkan keikut-sertaan aktif segenap jemaat beriman. Syair-syair bagi nyanyian Liturgi hendaknya selaras dengan ajaran katolik, bahkan terutama hendaklah ditimba dari Kitab suci dan sumber-sumber Liturgi. Musik Sakral. Setelah Konsili itu jatuh ke Kongregasi Ritus-ritus Sakral (sekarang disebut Ibadat Ilahi dan Tata-tertib Sakramen) untuk menerapkan norma-norma Sacrosanctum Concilium dalam menerapkan dokumen-dokumen yang menyentuh semua bidang reformasi liturgis. Di bidang musik liturgi, dokumen pelaksana disebut Musicam sacram (Musik Sakral). Ini menetapkan apa yang bisa disebut musik sakral. 
 
4. Diharapkan bahwa para gembala jiwa, musisi, dan umat beriman dengan senang hati menerima norma-norma ini dan mempraktekkannya, menyatukan upaya mereka untuk mencapai tujuan sebenarnya dari musik sakral, "yang merupakan kemuliaan Tuhan dan pengudusan yang setia. " [SC 112]
 
(A) Dengan musik sakral dipahami apa,
sedang diciptakan untuk perayaan ibadat ilahi,
diberkati dengan ketulusan suci tertentu dari bentuk. 
 
(B) Berikut ini di bawah judul musik sakral di sini:
Nyanyian Gregorian,
polifoni suci dalam berbagai bentuknya baik kuno maupun modern,
musik sakral untuk organ dan instrumen lain yang disetujui, dan
musik populer yang sakral, baik itu liturgi atau agama.
 
Jadi, musik liturgi populer, atau religius, dapat menjadi sakral jika:
1) diciptakan untuk ibadah, dan
2) diberkati dengan ketulusan bentuk tertentu.
 
Ini menunjukkan bahwa lagu-lagu sekuler yang diadaptasi tidak dapat digunakan dalam Misa, tetapi kreasi modern yang memiliki karakter yang dijelaskan dapat digunakan.
  
Adapun instrumen, dokumen panduan yang sama menyatakan,
 
62. Alat musik dapat menjadi sangat bermanfaat dalam perayaan-perayaan kudus, entah untuk mengiringi lagu-Iagu, entah dimainkan sendiri sebagai instrumental tunggal. "Organ pipa hendaknya dijunjung tinggi sebagai alat musik tradisional Gereja Latin; suaranya mampu menyemarakkan upacara-upacara ibadat secara mengagumkan, dan dengan mantap mengangkat hati umat ke hadapan Allah dan ke alam surgawi. Akan tetapi dengan persetujuan pimpinan gerejawi setempat yang berwenang, alat-alat musik lain dapat juga dipakai dalam ibadat, asal sesuai dan dapat disesuaikan dengan fungsi kudusnya, cocok dengan keanggunan gedung gereja, dan benar-benar membantu memantapkan ibadat kaum beriman. 
 
63. Dalam mengizinkan penggunaan alat musik tersebut, kebudayaan dan tradisi masing-masing bangsa hendaknya diperhitungkan. Tetapi alat-alat musik yang menurut pendapat umum -dan defakto - hanya cocok untuk musik sekular, haruslah sama sekali dilarang penggunaannya untuk perayaan liturgis dan devosi umat. Setiap alat musik yang diizinkan pemakaiannya dalam ibadat hendaknya digunakan sedemikian rupa sehingga memenuhi tuntutan perayaan liturgis, dan bermanfaat baik untuk menyemarakkan ibadat maupun untuk memantapkan jemaat. 
 
PUMR. Pedoman Umum Misale Romawi (2002) menyatakan sebagai berikut: 
 
20. Seperti halnya dengan semua liturgi, Perayaan Ekaristi pun dilaksanakan dengan menggunakan tanda-tanda inderawi. Lewat tanda-tanda itu iman umat diungkapkan, dipupuk, dan diperkuat. Dari sebab itu, sungguh penting untuk memanfaatkan semua unsur dan bentuk perayaan yang disediakan oleh Gereja. Hal itu memungkinkan umat berpartisipasi secara lebih aktif dan memetik manfaat lebih besar bagi kepentingan rohaninya. Semua itu dilaksanakan dengan memperhatikan kekhususan umat dan tempat.  
 
24.Untuk sebagian besar, penyerasian-penyerasian itu terbatas pada pemilihan ritus atau teks, yakni pemilihan nyanyian, bacaan, doa, ajakan, dan tata gerak yang lebih sesuai dengan kebutuhan, kesiapan, dan kekhasan jemaat. Pemilihan-pemilihan seperti itu dipercayakan kepada imam yang memimpin perayaan Ekaristi. Namun, imam harus ingat bahwa dia adalah pelayan liturgi kudus, dan bahwa ia sendiri tidak diizinkan menambah, mengurangi, atau mengubah sesuatu dalam perayaan Misa atas kemauannya sendiri. 
 
39.Rasul Paulus menganjurkan kepada himpunan umat yang menantikan kedatangan Tuhan, supaya mereka melagukan mazmur, madah, dan lagu-lagu rohani ( lih. Kol 3:16 ). Orang bernyanyi karena hatinya gembira (lih .Kis 2:46). Dengan tepat Agustinus berkata, "Orang yang penuh cinta suka bernyanyi". Ada juga peribahasa kuno, "yang bernyanyi dengan baik berdoa dua kali." 
 
41.Meskipun semua nyanyian sama, nyanyian gregorian yang merupakan ciri khas liturgi Romawi, hendaknya diberi tempat utama. Semua jenis musik ibadat lainnya, khususnya nyanyian polifoni, sama sekali tidak dilarang, asal saja selaras dengan jiwa perayaan liturgi dan dapat menunjang partisipasi seluruh umat beriman. Dewasa ini, makin sering terjadi himpunan jemaat yang terdiri atas bermacam-macam bangsa. Maka sangat diharapkan agar umat mahir melagukan bersama-sama sekurang-kurangnya beberapa bagian ordinarium Misa dalam Bahasa Latin, terutama Credo dan Pater noster dengan lagu yang sederhana.
 
42.Tata gerak dan sikap tubuh imam, diakon, para pelayan, dan jemaat haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga: (1) seluruh perayaan memancarkan keindahan dan sekaligus kesederhanaan yang anggun; (2) makna aneka bagian perayaan dipahami secara tepat dan penuh; dan (3) partisipasi seluruh jemaat ditingkatkan. Oleh karena itu, ketentuan hukum liturgi dan tradisi Ritus Romawiserta kesejahteraan rohani umat Allah harus lebih diutamakan daripada selera pribadi dan pilihan yang serampangan.
 
Sikap tubuh yang seragam menandakan kesatuan seluruh jemaat yang berhimpun untuk merayakan Liturgi Kudus. Sebab sikap tubuh yang sama mencerminkan dan membangun sikap batin yang sama pula.
 
Dengan demikian, harus jelas dari norma-norma umum, serta dari norma-norma yang mengatur bagian-bagian tertentu dari Misa, bahwa sementara jelas ada unsur penilaian pada bagian dari uskup dan imam seperti apa musik dan instrumen untuk memungkinkan dalam Misa, bahwa izin ini tidak meluas ke musik dan instrumen yang sifatnya sekuler murni yang tidak dapat beradaptasi dengan liturgi dan karakter sucinya.

Ditulis oleh: Colin B. Donovan, STL
Ilustrasi foto: http://www.churchofstjohnstjoseph.org

Subscribe by Email

Follow Updates Articles from This Blog via Email

No Comments