Sabtu, 06 Januari 2018

thumbnail

Kasulamu Imamku, Ternoda Oleh Tebar Pesonamu


Aku hanya umat biasa, yang telah berpuluh tahun menjadi Katolik dan membanggakan engkau Imamku bukan karena suaramu yang lantang saat berkotbah, bukan pula karena goyangan pinggulmu di depan altar ketika menari bersama anak-anak sekolah Minggu, melainkan karena Jubah dan Kasula Keagungan yang membalut ragamu imamku.
Melihatmu berjingrak yang masih mengenakan jubah dan kasula serta stola, aku hanya merintih dan menangis dalam hati. Kasula dan Stola lambang pelayananmu yang rendah hati dan penuh pengorbanan, yang ketika hendak dicucipun harus dipisahkan dari cucian lainnya, kini engkau kotori oleh sikapmu sendiri hanya untuk tebar pesona mencari pujian engkau imam yang bagus dan kreative bahkan dengan bangga engkau jadikan kasulamu sebagai kantong “saweran” idolamu.
Sedikitpun aku tak merasa bangga dengan caramu itu. Aku justru terluka. Engkau telah menyayat keKatolikanku, engkau telah menyalibkan Ekaristi Kudusku, engkau telah memenggal ketaatan imanku pada Kristus melalui aturan termasuk aturan liturgi Gereja Katolik yang kubanggakan. Imamku, biar engkau tahu bahwa aku dan anak-anakku, tak pernah mengalami kekeringan iman hanya karena Misa sesuai aturan yang ada. Khusuknya doa-doa kami dan setianya kami pada Gereja Katolik bukan karena caramu membawakan misa dengan tarian atau dengan jalan ke sana ke mari ketika berkotbah. Tidak. Sama sekali tidak.
Justru dengan caramu yang tidak etis secara liturgis: kotbah jalan ke sana ke mari, turun dari panti imam dan mendekat umat serta menari di depan altar dengan alasan menghidupkan iman umat, saya justru merasakan ENGKAU IMAMKU, ALTER KRISTUS TELAH MENJAUHKAN SAYA DARI KRISTUS YANG SEHARUSNYA SAYA JUMPAI, SAYA BERCERITERA DENGAN-NYA DALAM MISA. Dan engkau menyingkirkan bahkan mengucilkan Yesus hanya untuk memamerkan dirimu di balik Tebar pesona yang bagiku engkau tak lebih dari seorang anak kecil yang sedang merengek untuk diperhatikan.
Imamku, dari kasulamu kutemukan wajah Yesus yang menghidupkan imanku. Namun engkau lecehkan, engkau rendahkan hanya demi kepuasan sesaat para fansmu. Engkau disorak bagai sang idola dan saat itu juga Yesus yang sedang bersemayam di Tabernakel tidak lagi dihiraukan. Engkau ditepuki tangan di tengah riuh musik bagai di tenda pesta dan engkau tak lagi peduli pada Dia Sang Imam Agung yang sedang bertakhta.
Di tengah luka imanku yang tersayat oleh tebar pesonamu, perih luka imanku kembali engkau torehkan, kala suaraku yang tak lagi muda memprotes tingkahmu yang telah melecehkan dan merendahkan martabat Ekaristi dan Kasula serta stolamu, dengan angkuhnya engkau menjawab; aku ini pastor paling tahu, jangan jadi orang Farisi deh bu, atau jangan-jangan ibu ini kaum Papist. Masuk surga atau tidak bukan karena kasula atau stola ini bukan pula tergantung pada Ekaristi tapi pada iman ibu.
Saya hanya diam, meski menangis dalam bathin. Bahkan dengan sombongmu engkau memposting gugatanmu padaku yang telah memprotesmu di ruang facebook. Di sanalah sekutu idolamu menghakimi suara kenabian aku dan kami umatmu yang hanya ingin menjadi liturgi termasuk Misa sebagai jalan perjumpaan kami dengan Yesus.
Aku tak butuh engkau mengotori kasula dan stola pelayananmu dengan caramu merusak liturgi Ekaristi hanya demi alasan dekat dengan aku dan umat lainnya. Aku butuh engkau mengunjungi kami di rumah kami sebagai Yesus yang menjumpai kami. Aku sudah sangat bahagia ketika sebelum misa engkau telah berada di depan pintu gereja menyalami kami atau setelah misa engkau mendekati kami dan memberikan berkat. Itu sudah luar biasa karena cara sederhana namun engkau menghadirkan dan mendekatkan Yesus kepada kami seperti Filipus yang berkata kepada Natanel; “Kami sudah melihat Kristus” (Jn 1:45).
Imamku...semoga pesanku ini cukup menggelitikmu untuk sejenak merenung. Karena adalah omong kosong ketika engkau lantang mengajak kami bertobat namun engkau Imamku tak pernah bertobat dari penistaan liturgi Ekaristi di balik sucinya alba, Kasula dan Stolamu. Maka tak ada pesan lain yang kutitipkan padamu, namun hanya sebuah penggalan nomor Sacrosantum Concilimu menjadi pesan buatmu:
17. Hendaklah para rohaniwan di seminari-seminari maupun di rumah-rumah religius, mendapat pembinaan liturgis demi hidup rohani mereka, baik melalui bimbingan yang memadai untuk memahami upacara-upacara suci sendiri, pun juga melalui ulah kesalehan lainnya yang diresapi oleh semangat Liturgi. Begitu pula hendaklah mereka belajar mematuhi hukum-hukum Liturgi, sehingga kehidupan diseminari-seminari dan tarekat-tarekat religius dirasuki semangat Liturgi secara mendalam.
18. Hendaklah para imam baik diosesan maupun religius, yang sudah berkarya di kebun anggur Tuhan, dibantu dengan segala upaya yang memadai, supaya mereka semakin mendalam memahami apa yang mereka laksanakan dalam pelayanan-pelayanan suci, menghayati hidup liturgis, dan menyalurkannya kepada Umat beriman yang dipercayakan kepada mereka. 
Semoga.
Manial: January-05-2018
RP. Yohanes Tuan Kopong MSF
thumbnail

Kasula Bukan Pakaian Konser



Saya masih ingat jelas, ketika masih sebagai seorang Frater. Saya masih ingat betul, ketika ada tahbisan imam, pada bagian kata sambutan Imam Baru, selalu ada persembahan dari Imam Baru berupa lagu, di mana Imam Baru menyanyikan lagu persembahan ada yang dengan tata gerak atau hanya berdiri dan jika di antara imam baru ada yang bisa memainkan gitar, maka iapun akan mengiringi teman-temannya untuk menyanyikan lagu tersebut.
Namun kejadian yang sepertinya sudah mentradisi ini tidak dilakukan lagi, karena waktu itu diingatkan oleh Bapak Uskup Agung Semarang: Mgr. Ignatius Suharyo, yang kala itu masih sebagai Uskup Agung Semarang. Kalau tidak salah pesan Beliau waktu itu demikian; “Sayang Kasula Baru yang baru diberkati dan disucikan tapi langsung “dinodai” dengan hal-hal profan. Kasula bukan pakaian konser. Kata Sambutan sudah cukup mewakili perasaan syukur atas Rahmat Tahbisan. Kalau mau menyanyi, sebaiknya pada saat acara ramah tamah atau acara kebersamaan.
Pesan Bapak Uskup ini sangat jelas dan tegas bagi kita semua, apalagi bagi seorang Imam. Bahwa Kasula adalah Pakaian Resmi Liturgi sebagaimana di tegaskan dalam PUMR:
335. Gereja adalah Tubuh Kristus. Dalam Tubuh itu tidak semua anggota menjalankan tugas yang sama. Dalam perayaan Ekaristi, tugas yang berbeda-beda itu dinyatakan lewat busana liturgis yang berbeda-beda. Jadi, busana itu hendaknya menandakan tugas khusus masing-masing pelayan. Di samping itu, busana liturgis juga menambah keindahan perayaan liturgis. Seyogyanya busana liturgis untuk imam, diakon, dan para pelayan awam diberkati.
336. Busana liturgis yang lazim dikenakan oleh semua pelayan liturgi, tertahbis maupun tidak tertahbis, ialah alba, yang dikencangi dengan singel, kecuali kalau bentuk alba itu memang tidak menuntut singel. Kalau alba tidak menutup sama sekali kerah pakaian sehari-hari, maka dikenakan amik sebelum alba. Kalau pelayan menggunakan kasula atau dalmatik, ia harus mengenakan alba, tidak boleh menggantikan alba tersebut dengan superpli. Juga, sesuai dengan kaidah yang berlaku, tidak boleh pelayan hanya mengenakan stola tanpa kasula atau dalmatik.
337. Busana khusus bagi imam selebran dalam Misa ialah “kasula” atau planeta. Begitu pula dalam perayaan liturgi lainnya yang langsung berhubungan dengan Misa, kecuali kalau ada peraturan lain. Kasula dipakai di atas alba dan stola.
Dari penjelasan di atas, Kasula bukan pakaian konser yang biasa “dilecehkan dan dinodai” oleh segelintir oknum Imam, yang menjadi aktor pelecehan dan penodaan.
Kasula bukan menjadi ajang pamer, tebar pesona untuk mencari pujian umat lantaran imamnya kreative. Tapi kasula adalah pengungkapan misteri pewartaan Iman. Dari dalam kasula, seorang Imam bersama umat dibaharui dalam pelayanan. Jadi kalau mau kreative, kreativelah yang cerdas.
SEORANG IMAM DIHARGAI DAN DIHORMATI BUKAN KARENA STATUS IMAM ITU SENDIRI MELAINKAN KARENA KASULA YANG ENGKAU KENAKAN. MAKA KETIKA SEORANG IMAM YANG MENGENAKAN KASULA LALU MENARI DI DEPAN ALTAR, MELAKUKAN GOYANGAN SEPERTI ANAK SEKOLAH MINGGU, SEJATINYA IMAM ITU SEDANG MELECEHKAN UMAT YANG SETIA MENJAGA KEKHUSUKAN MISA DAN MENJAGA MARTABAT IMAMAT SEORANG IMAM, DEMIKIAN JUGA SANG IMAM SEDANG MENODAI MARTABAT IMAMATNYA SENDIRI. Semoga.
Manila: January-02-2018
RP. Tuan Kopong MSF